Selasa, 29 November 2016

KERTAS SAKSI CINTA KITA

KERTAS SAKSI CINTA KITA
Satu dua huruf
kurangkai menjadi sebuah kata 
kata yang penuh makna 
Yang membuat kau terpana padaku
Mungkin hanya sebuah kata 
Tapi kutetap berkarya 
Kubuktikan cintaku padamu 
Melalui rangkaian kata 
Yang kutuang dalam kertas ini
Mungkin kata yang tertulis dalam kertas ini 
Tak seromantis perkataan orang lain 
Tapi aku berharap 
Kau mengerti arti sebuah kata cinta 
Yang kutuangkan dalam kertas ini
Sebuah kertas tidak berguna 
Tanpa cairan tinta yang menghiasinya 
Begitu juga dengan hidupku 
Terombang ambing tanpa cintamu
Di kertas ini 
Kusampaikan isi hatiku 
Dan kuberharap engkau mengerti 
Bagaimana perasaan ku padamu.

Senin, 29 September 2014

cerpen Berakhir Dengan Kesedihan



Hujan Sehabis Pelangi

Pagi sangat cerah. Sinar matahari yang menyinari bumi dan seisinya, masih terasa hangat. Angin pun berhembus lembut, terasa sejuk saat membelai kulit.
Aku bergegas dari tempat tidur ku menuju ruang tamu di mana aku letakkan HP ku.
“cyank riyan bangun, waktunya sekolah” pesan yang aku terima dari     Tari yang saat ini adalah kekasih ku.
Aku tersenyum dan mengutak ngatik HP ku untuk membalas SMS dari Tari.
Ku letakkan HP ku diatas meja dan bergegas ke kamar mandi.
Setelah selesai mandi ku panasi jagoan ku yang sering mengantarkan ku kemanapun aku pergi.
Jalanan yang macet membuat aku cemas, karna aku takut bakalan terlambat.
Setelah sampai di sekolah ku  parkirkan motor ku di tempat biasa aku memarkirkannya.
Aku berlari menuju ruangan di mana aku belajar.
Aku heran melihat Tari yang berada di ruangan aku. Karna dulu dia di kelas XI-IPA2, tapi dia di pindahkan ke XI-IPA1, yaitu ruangan belajar ku.
Ingin ku bertanya kepadanya mengapa dia ada di ruangan ini.
“eeesssstttt Riyan , kamu berdiri di depan. Kamu terlambat 15menit  pelajaran saya” ujar guru Fisika yang paling galak itu.
“aduh gawat, malu benar aku ini di tahan di depan kelas. Apa lagi di lihat Tari!!! Pikirku dalam hati.
“Tunggu apa lagi Riyan?”
“iya bu”
Mau tak mau aku harus jalani hukuman ini.
Berdiri di depan kelas itu membuat aku bahagia sikit sih, karna aku bias  memandangi wajah cantiknya Tari.
Saat aku memandanginya, dia melihat ku dan melemparkan senyman pada ku.
“Aaahhh.. besok-besok aku terlambat aja deh biar aku bias melihat wajah cantik Tari itu tanpa sensor” pikirku dalam hati.
2jam aku jalani hukuman. Bel istirahat pun berbunyi, itu tandanya masa hukuman ku  berakhir.
Aku pergi ke meja belajar ku dan melewati tempat duduk Tari.
            “tunggu aku iya! Kita sama ke kantin” bisik ku ke kupingnya.
            “iya J
Kami berdua telah menjalani hubungan 2 tahun lamanya. Kami saling menyayangi satu sama lain. Tapi sekali pun aku belum pernah mengenalkan dia pada keluarga ku. Begitu pun dengan Tari.
Tari takut mengenalkan ku sama orang tuanya karna mama papanya tidak mengijinkan Tari pacaran.
Selama 2 tahun ini kami jalani hubungan dengan sembunyi. Satupun orang tidak tau kalau kami pacaran.
aku pusing memikirkan hal ini.
Entah bagai mana jadinya hubungan kami ini nanti.
Tari melihat ku kebingungan.
“kamu kenapa?” Tanya tari pada ku.
“enggak papa. Nanti aku antarin kamu ea?”
“gimana iya? Kalau ayah ku lihat kamu ngantar aku bisa-bisa mati berdiri kamu di buat”
aku ketakutan dengan jawaban Tari itu “ya udah gak papa”
Setelah pulang sekolah aku tungguin Tari di parkiran. Aku lihat Tari bertas ping bercucuran keringat akibat teriknya matahari.
Aku ambil saputangan yang ada di kantong ku dan, ku lap kan kringat yang membasahi muka manis Tari itu.
Tari hanya bisa tersenyum pada ku. Melihat senyuman tari yang manis itu ingin membuat aku mencium dia. Tapi aku malu karna di parkiran banyak guru dan teman sekelas kami berdua.
                        “kamu naik gih, biar aku antarin” sahut ku pada Tari
            Dengan ragu-ragu Tari naik ke motor aku.
Di perjalanan aku selalu memikirkan omongan Tari tadi waktu di kelas.
Kalau sempat orang tua Tari di rumah bisa mati aku. Pikiran ku tidak bisa tenang dengan omongan Tari tadi.
                        “jam segini bapak kamu ada di rumah?”
                        “biasanya enggak sih!!”
Pagar rumah Tari terkunci dan terlihat sepi seperti tidak ada kehidupan di rumah itu.
            “ayo masuk dulu!, kayanya enggak ada orang di rumah”
Dengan ragu-ragu ku langkahkan kaki ku.
Rumah Tari cantik, bersih jauh beda dengan rumah aku yang tidak begitu besar.
Foto-foto keluarga di tempel di dinding rumah Tari. Dan ternyata Tari adalah anak tunggal.
Aku duduk di sofa dan ku dengar suara pintu terbuka dari arah ruang tamu Tari. Seorang laki-laki, bertubuh tegap dan tinggi datang dari arah ruang tamu.  Aku ketakutan dan menundukan kepala ku. Karna dalam piker ku itu adalah ayah Tari.
            “nama kamu siapa?” Tanya laki-laki itu pada ku.
            “Riyan omm”
“kamu tinggal di mana?”
            “tidak terlalu jauh dari sini omm. Aku anaknya pak willi omm”
            “jadi kamu anaknya willi si miskin itu?”
perasaan yang sedih di dalam hati ku. Tetapi ku jauhkan rasa sedih itu
            “ea, aku anak pak willi omm”
“jadi apa maksut kamu dating ke rumah kami ini? Aku ayahnya Tari”
            “tadi aku pulang bareng ama Tari omm. Jadi Tari nyuruh singgah dulu omm”
            “lain kali kamu jangan menginjakkan kaki di rumah kami ini lagi. Dan kau jauhi Tari, karna anak orang miski seperti kau tidak cocok berteman dengan Tari”
Sesak dalam hati ku. Dan ingin ku tantang mongan ayah tari. Tetapi aku tidak dapat menentangnya.
            “sekarang kamu pergi dari sini!!”
Aku berdiri dari sofa itu dan kulihat Tari datang dari dapur membawa minuman.
            “permisi omm” pamit ku pada ayah Tari.
            “loh ko cepat kali pulang Riyan?” Tanya Tari.
Dengan ragu aku berbohong pada Tari. “tadi mama aku nelpon dari rumah nyuruh cepat pulang”
            “ya udah kalau gitu!!! Kamu hati-hati ea. Dan makasih dah ngantarin aku tadi.”
Sepulang dari rumah Tari, aku langsung pergi ke rumah. Pikiran ku yang lagi buntu karna omongan ayah Tari tadi tidak bisa aku tenangkan. Omongan itu selalu terlintas di pikiranku.
“kalau aku mutusin Tari sama saja aku membunuh diri aku sendiri” piker ku dalam hati .
Aku sayang dan cinta sama Tari. 2tahun lamanya kami pacaran dan bukan waktu yang mudah untukku melupakan kenangan indah yang kami jalani bersama-sama.
Pikiran ku buntu. Selera makan ku hilang. Aku hanya bisa megurung diri di kamar.
Ke esokan harinya aku memulai aktivitas ku seperti biasanya.
Aku berangkat ke sekolah. Dan di jalan aku lihat rumah Tari terkunci seperti tidak ada orang. Aku melanjutkan perjalananku ke sekolah.
Sesampai di sekolah aku lihat ada mobil putih , cantik keluaran tahun ini dan baru pertama kali ini aku lihat mobil itu di skolah ini.
Aku lihat Tari keluar dari mobil putih itu,.
            “berarti itu mobilnya keluarga Tari!!!” pikirku dalam hati.
Aku sempat berhenti dan diam sejenak di gerbang sekolah ku, karna melihat Tari di antar ke sekolah naik mobil mewah seperti itu.
            “tin…tin…tin…tin…” bunyi kleson mobil tersebut.  Ternyata aku telah membuat antrian di gerbang itu.
“woi.. kalau mau mati jangan di sini!!! Pigi aja ke rel kreta api sana”. Ujar laki-laki dari dalam mbil itu. Dan ternyata laki-laki itu ayah Tari.
Karna aku belum meminggirkan motor ku, laki-laki itu datang menhampiri aku.                                                    “kamu enggak punya telinga iya?”
Aku buka helem ku dan ku sahut omongan laki-laki itu “sory omm”
“ohh jadi itu kamu anak si miskin itu!! Aku tidak punya banya waktu untuk meladeni kau. Kamu masih ingat kan omongan ku smalam sama kamu. Kalau sempat kamu dekatin Tari nyawamu taruhannya. Kau ingat itu”
Aku hanya bisa tertunduk, diam membisu seperti orang yang sudah mati.
            “kau minggir dari sini, aku mau lewat”
Aku pinggirka motor ku dari pintu keluar gerbang itu dank u parkirkan motorku di tempat biasa aku memarkirkannya.
Aku berjalan menuju kelas belajar ku dengan muka yang berkerut karna memikirkan omongan ayah Tari sewaktu di pintu gerbang tadi.
“kenapa muka kau itu bro? gak kaya biasanya!!” ujar Rudi teman satu kelas ku
“enggak papa, biasa aja bro.”
“Ya udahlah kalau gitu bro, aku mau kekantor dulu”
aku teruskan langkah ku ke rang belajar ku.
Aku lihat Tari. Dia tersenyum padaku dan berharap senyuman itu aku sapa dengan baik. Tetapi ternyata tidak, malah aku teruskan langkah ku melewati meja Tari.
            “kamu kenapa?” ujar Tari pada ku.
            “enggak papa kok! Biasa ajanya”
            “kamu ada masalah iya? Kalau ada cerita dong syank” gombal Tari padaku.
            “enggak papa, kamu duduk aja gih sana. Gurunya udah datang”
            “kamu kok jutez gitu sih? Gak kaya biasanya. Bikin BETE aja kamu”
Aku diam dan merasa tidak bersalah.
            “nanti kita jumpa di mall dekat sekolah. Aku mau ngomong dulu sama kamu” sahut Tari dengan nada emosi.
Mati aku bagai mana ini? Kalau ayah Tari lihat aku jalan sama Tari bisa mati aku di buat.
            “aku enggak bisa, aku pulang skolah nanti ada urusan”
            “aku tak mau tau kalau kamu itu bisa atau tidak. Yang penting nanti pulang sekolah aku tungguin kamu di mall dekat sekolah”
Belum sempat aku jawab omongan Tari, dia langsung pergi ninggalin aku.
Aku tambah pusing memikirkan permintaan Tari ini.
Kalau tidak menuruti omongan dia, kasihan dia nanti nungguin aku sendirian di mall.
Tapi satu sisi kalau aku nurutin dia bisa mati aku di buat ayah Tari klo ayahnya lihat kami jalan bareng.
Bodo amat sih aku ,mikirin itu semua. Biar aja nanti aku jumpain Tari. Kan aku dah kangen betul ni ama Tari.  Biar aku buktiin sama orang tua Tari kalau aku itu sayang sama Tari.
 Dalam pikir panjang ku bel sekolah bunyi. Itu tanda pelajaran di sekolah udah siap dan waktunya pulang.
Aku lihat Tari yang sedang merapikan bukunya. Selang waktu 3menit aku tidak melihat Tari di ruangan itu lagi. Aku keluar dari ruangan itu dan kulihat di lapangan sekolah, kenyataannya malah aku tidak melihat Tari di situ.        
Aku bergegas ke parkiran dan ku ambil motor ku. Ku cepatkan laju motorku.
Setelah sampai di mall, aku lihat Tari berdiri di depan mall itu. Ku parkirkan motor ku dan ku berlari menuju Tari.
             “udah lama nunggunya iya?” Tanya ku pada Tari
            “belum ko. Kamu datang juga rupanya!!!”
            “ea, karna ku kepikiran ama kamu. Klo aku enggak dating kasihan kamu sendiri nugguin aku sendiri di sini.”
            “so swett amat sih. Tapi tunggu dulu, kamu harus terangin ama aku kenapa kamu jutez gitu sama aku tadi di skolah?”
“oky aku kasih tau smuanya sama kamu. Tapi kamu jangan marah. Aku pulang dari rumah kamu karna aku di usir sama ayah kamu dan aku di hina dengan sebutan anak si miskin. Dan tadi pagi aku jumpa sama ayah kamu di gerbang sekolah dan ayah kamu bilang aku gak bisa dekatin kamu”
  Tari menangis, karna  ayahnya bilang kaya gitu sama aku.
            “udah gih kamu jangan nangis” ku peluk dia dan ku lap airmataya.
            “aku minta maaf iya. Karna ayah aku bilang kaya gitu sama kamu”
            “iya enggak papa. Kamu jangan nangis lagi.”
            “makasih iya J
            “kita jalan aja yuk’’
Kami pergi dari mall itu. Suasana siang itu emang panas sehinga aku ngajak Tari jalan-jalan ke pantai.
Mobil putih yang tadi aku lihat di skolah membuntutin kami dari blakang.
“gimana ini, ayah Tari membuntutin kami dari blakang. Klo aku kasih tau sana Tari ntar dia marah marah lagi”
Aku teruskan perjalanan kami dan tiba-tiba mobil polisi banyak mengejar kami.
Aku cemas dengan ini semua. Mungin polisi itu suruhan dari ayah Tari.
Setelah sampai, ku parkirkan kreta. Dan ku ajak Tari cepat-cepat masuk ke pantai itu.
Belum lama kami di pantai tiba-tiba ada 4 orang polisi dating menghampiri kami.
            “slamat siang”
            “siang pa. kalau boleh tau ada apa yah?”  Tanya ku dengan jantungan
            “saudara riyan kami tangkap”
Belum sempat aku bertanya mengapa aku di tahan dan tiba-tiba satu orang angota polisi itu memborgol kedua tangan ku.
Tari menangis melihat aku yang di tangkap polisi.
            “itu kalau kamu brani-brani melawan omongan ku” ucap ayah Tari dan di pukulnya perutku sampai aku susah bernapas.
Aku di bawa ke kantor polisi dan aku di kurung sendirian.
Aku kangen sama Tari. Karna selama aku di penjara Tari tidak pernah dating melihat ku.
Kawan-kawan aku dari sekolah datang melihat ku.
            “Tari kenapa enggak ikut?”
            “saat kamu masuk penjara dia gak pernah skolah lagi. Dan kami dengar-dengar Tari di pindahin sama ayahnya ke luar negri.”
Sakit sebenarnya dalam hati ku mendengar kalau Tari di pindahin keluar negri. Tapi ku usahakan tegar dalam menghadapi itu semua.

                                    ------THE END------