Hujan Sehabis Pelangi
Pagi sangat cerah.
Sinar matahari yang menyinari bumi dan seisinya, masih terasa hangat. Angin pun
berhembus lembut, terasa sejuk saat membelai kulit.
Aku bergegas dari
tempat tidur ku menuju ruang tamu di mana aku letakkan HP ku.
“cyank
riyan bangun, waktunya sekolah” pesan yang aku terima dari Tari yang saat ini adalah kekasih ku.
Aku tersenyum dan
mengutak ngatik HP ku untuk membalas SMS dari Tari.
Ku letakkan HP ku
diatas meja dan bergegas ke kamar mandi.
Setelah selesai
mandi ku panasi jagoan ku yang sering mengantarkan ku kemanapun aku pergi.
Jalanan yang macet
membuat aku cemas, karna aku takut bakalan terlambat.
Setelah sampai di
sekolah ku parkirkan motor ku di tempat
biasa aku memarkirkannya.
Aku berlari menuju
ruangan di mana aku belajar.
Aku heran melihat
Tari yang berada di ruangan aku. Karna dulu dia di kelas XI-IPA2, tapi dia di
pindahkan ke XI-IPA1, yaitu ruangan belajar ku.
Ingin ku bertanya
kepadanya mengapa dia ada di ruangan ini.
“eeesssstttt
Riyan , kamu berdiri di depan. Kamu terlambat 15menit pelajaran saya” ujar guru Fisika yang paling
galak itu.
“aduh
gawat, malu benar aku ini di tahan di depan kelas. Apa lagi di lihat Tari!!!
Pikirku dalam hati.
“Tunggu
apa lagi Riyan?”
“iya
bu”
Mau tak mau aku
harus jalani hukuman ini.
Berdiri di depan
kelas itu membuat aku bahagia sikit sih, karna aku bias memandangi wajah cantiknya Tari.
Saat aku
memandanginya, dia melihat ku dan melemparkan senyman pada ku.
“Aaahhh..
besok-besok aku terlambat aja deh biar aku bias melihat wajah cantik Tari itu
tanpa sensor” pikirku dalam hati.
2jam aku jalani
hukuman. Bel istirahat pun berbunyi, itu tandanya masa hukuman ku berakhir.
Aku pergi ke meja
belajar ku dan melewati tempat duduk Tari.
“tunggu aku iya! Kita sama ke
kantin” bisik ku ke kupingnya.
Kami berdua telah
menjalani hubungan 2 tahun lamanya. Kami saling menyayangi satu sama lain. Tapi
sekali pun aku belum pernah mengenalkan dia pada keluarga ku. Begitu pun dengan
Tari.
Tari takut
mengenalkan ku sama orang tuanya karna mama papanya tidak mengijinkan Tari
pacaran.
Selama 2 tahun ini
kami jalani hubungan dengan sembunyi. Satupun orang tidak tau kalau kami
pacaran.
aku pusing memikirkan hal ini.
Entah bagai mana
jadinya hubungan kami ini nanti.
Tari melihat ku
kebingungan.
“kamu kenapa?”
Tanya tari pada ku.
“enggak papa.
Nanti aku antarin kamu ea?”
“gimana iya? Kalau
ayah ku lihat kamu ngantar aku bisa-bisa mati berdiri kamu di buat”
aku ketakutan dengan jawaban Tari itu “ya udah gak papa”
Setelah pulang
sekolah aku tungguin Tari di parkiran. Aku lihat Tari bertas ping bercucuran
keringat akibat teriknya matahari.
Aku ambil
saputangan yang ada di kantong ku dan, ku lap kan kringat yang membasahi muka
manis Tari itu.
Tari hanya bisa tersenyum
pada ku. Melihat senyuman tari yang manis itu ingin membuat aku mencium dia.
Tapi aku malu karna di parkiran banyak guru dan teman sekelas kami berdua.
“kamu naik gih, biar aku
antarin” sahut ku pada Tari
Dengan ragu-ragu Tari naik ke motor
aku.
Di perjalanan aku
selalu memikirkan omongan Tari tadi waktu di kelas.
Kalau sempat orang
tua Tari di rumah bisa mati aku. Pikiran ku tidak bisa tenang dengan omongan
Tari tadi.
“jam segini bapak
kamu ada di rumah?”
“biasanya enggak sih!!”
Pagar rumah Tari
terkunci dan terlihat sepi seperti tidak ada kehidupan di rumah itu.
“ayo
masuk dulu!, kayanya enggak ada orang di rumah”
Dengan ragu-ragu
ku langkahkan kaki ku.
Rumah Tari cantik,
bersih jauh beda dengan rumah aku yang tidak begitu besar.
Foto-foto keluarga
di tempel di dinding rumah Tari. Dan ternyata Tari adalah anak tunggal.
Aku duduk di sofa
dan ku dengar suara pintu terbuka dari arah ruang tamu Tari. Seorang laki-laki,
bertubuh tegap dan tinggi datang dari arah ruang tamu. Aku ketakutan dan menundukan kepala ku. Karna
dalam piker ku itu adalah ayah Tari.
“nama kamu siapa?” Tanya laki-laki
itu pada ku.
“Riyan omm”
“kamu
tinggal di mana?”
“tidak terlalu jauh dari sini omm.
Aku anaknya pak willi omm”
“jadi kamu anaknya willi si miskin
itu?”
perasaan yang sedih di dalam hati ku. Tetapi ku jauhkan rasa sedih itu
“ea,
aku anak pak willi omm”
“jadi
apa maksut kamu dating ke rumah kami ini? Aku ayahnya Tari”
“tadi aku pulang bareng ama Tari
omm. Jadi Tari nyuruh singgah dulu omm”
“lain kali kamu jangan menginjakkan
kaki di rumah kami ini lagi. Dan kau jauhi Tari, karna anak orang miski seperti
kau tidak cocok berteman dengan Tari”
Sesak dalam hati
ku. Dan ingin ku tantang mongan ayah tari. Tetapi aku tidak dapat menentangnya.
“sekarang
kamu pergi dari sini!!”
Aku berdiri dari
sofa itu dan kulihat Tari datang dari dapur membawa minuman.
“permisi omm” pamit ku pada
ayah Tari.
“loh ko cepat kali pulang
Riyan?” Tanya Tari.
Dengan ragu aku
berbohong pada Tari. “tadi mama aku nelpon dari rumah nyuruh cepat pulang”
“ya udah kalau gitu!!! Kamu
hati-hati ea. Dan makasih dah ngantarin aku tadi.”
Sepulang dari
rumah Tari, aku langsung pergi ke rumah. Pikiran ku yang lagi buntu karna
omongan ayah Tari tadi tidak bisa aku tenangkan. Omongan itu selalu terlintas
di pikiranku.
“kalau
aku mutusin Tari sama saja aku membunuh diri aku sendiri” piker ku dalam hati .
Aku sayang dan
cinta sama Tari. 2tahun lamanya kami pacaran dan bukan waktu yang mudah untukku
melupakan kenangan indah yang kami jalani bersama-sama.
Pikiran ku buntu.
Selera makan ku hilang. Aku hanya bisa megurung diri di kamar.
Ke esokan harinya
aku memulai aktivitas ku seperti biasanya.
Aku berangkat ke
sekolah. Dan di jalan aku lihat rumah Tari terkunci seperti tidak ada orang.
Aku melanjutkan perjalananku ke sekolah.
Sesampai di
sekolah aku lihat ada mobil putih , cantik keluaran tahun ini dan baru pertama
kali ini aku lihat mobil itu di skolah ini.
Aku lihat Tari
keluar dari mobil putih itu,.
“berarti itu mobilnya keluarga
Tari!!!” pikirku dalam hati.
Aku sempat
berhenti dan diam sejenak di gerbang sekolah ku, karna melihat Tari di antar ke
sekolah naik mobil mewah seperti itu.
“tin…tin…tin…tin…”
bunyi kleson mobil tersebut. Ternyata
aku telah membuat antrian di gerbang itu.
“woi.. kalau mau
mati jangan di sini!!! Pigi aja ke rel kreta api sana”. Ujar laki-laki dari
dalam mbil itu. Dan ternyata laki-laki itu ayah Tari.
Karna aku belum
meminggirkan motor ku, laki-laki itu datang menhampiri aku. “kamu enggak punya telinga iya?”
Aku buka helem ku
dan ku sahut omongan laki-laki itu “sory omm”
“ohh jadi itu kamu
anak si miskin itu!! Aku tidak punya banya waktu untuk meladeni kau. Kamu masih
ingat kan omongan ku smalam sama kamu. Kalau sempat kamu dekatin Tari nyawamu
taruhannya. Kau ingat itu”
Aku hanya bisa
tertunduk, diam membisu seperti orang yang sudah mati.
“kau minggir dari sini, aku mau
lewat”
Aku pinggirka
motor ku dari pintu keluar gerbang itu dank u parkirkan motorku di tempat biasa
aku memarkirkannya.
Aku berjalan
menuju kelas belajar ku dengan muka yang berkerut karna memikirkan omongan ayah
Tari sewaktu di pintu gerbang tadi.
“kenapa muka kau
itu bro? gak kaya biasanya!!” ujar Rudi teman satu kelas ku
“enggak papa,
biasa aja bro.”
“Ya udahlah kalau
gitu bro, aku mau kekantor dulu”
aku teruskan langkah ku ke rang belajar ku.
Aku lihat Tari.
Dia tersenyum padaku dan berharap senyuman itu aku sapa dengan baik. Tetapi
ternyata tidak, malah aku teruskan langkah ku melewati meja Tari.
“kamu kenapa?” ujar Tari pada ku.
“enggak papa kok! Biasa ajanya”
“kamu ada masalah iya? Kalau ada
cerita dong syank” gombal Tari padaku.
“enggak papa, kamu duduk aja gih
sana. Gurunya udah datang”
“kamu kok jutez gitu sih? Gak kaya
biasanya. Bikin BETE aja kamu”
Aku diam dan
merasa tidak bersalah.
“nanti kita jumpa di mall dekat
sekolah. Aku mau ngomong dulu sama kamu” sahut Tari dengan nada emosi.
Mati aku bagai
mana ini? Kalau ayah Tari lihat aku jalan sama Tari bisa mati aku di buat.
“aku enggak bisa, aku pulang skolah
nanti ada urusan”
“aku tak mau tau kalau kamu itu bisa
atau tidak. Yang penting nanti pulang sekolah aku tungguin kamu di mall dekat
sekolah”
Belum sempat aku
jawab omongan Tari, dia langsung pergi ninggalin aku.
Aku tambah pusing
memikirkan permintaan Tari ini.
Kalau tidak menuruti
omongan dia, kasihan dia nanti nungguin aku sendirian di mall.
Tapi satu sisi
kalau aku nurutin dia bisa mati aku di buat ayah Tari klo ayahnya lihat kami
jalan bareng.
Bodo amat sih aku
,mikirin itu semua. Biar aja nanti aku jumpain Tari. Kan aku dah kangen betul
ni ama Tari. Biar aku buktiin sama orang
tua Tari kalau aku itu sayang sama Tari.
Dalam pikir panjang ku bel sekolah bunyi. Itu
tanda pelajaran di sekolah udah siap dan waktunya pulang.
Aku lihat Tari
yang sedang merapikan bukunya. Selang waktu 3menit aku tidak melihat Tari di
ruangan itu lagi. Aku keluar dari ruangan itu dan kulihat di lapangan sekolah,
kenyataannya malah aku tidak melihat Tari di situ.
Aku bergegas ke
parkiran dan ku ambil motor ku. Ku cepatkan laju motorku.
Setelah sampai di
mall, aku lihat Tari berdiri di depan mall itu. Ku parkirkan motor ku dan ku
berlari menuju Tari.
“udah lama nunggunya iya?” Tanya ku pada Tari
“belum ko. Kamu datang juga
rupanya!!!”
“ea, karna ku kepikiran ama kamu.
Klo aku enggak dating kasihan kamu sendiri nugguin aku sendiri di sini.”
“so swett amat sih. Tapi tunggu
dulu, kamu harus terangin ama aku kenapa kamu jutez gitu sama aku tadi di skolah?”
“oky aku kasih tau
smuanya sama kamu. Tapi kamu jangan marah. Aku pulang dari rumah kamu karna aku
di usir sama ayah kamu dan aku di hina dengan sebutan anak si miskin. Dan tadi
pagi aku jumpa sama ayah kamu di gerbang sekolah dan ayah kamu bilang aku gak
bisa dekatin kamu”
Tari menangis, karna ayahnya bilang kaya gitu sama aku.
“udah gih kamu jangan nangis” ku
peluk dia dan ku lap airmataya.
“aku minta maaf iya. Karna ayah aku
bilang kaya gitu sama kamu”
“iya enggak papa. Kamu jangan nangis
lagi.”
“makasih iya J”
“kita jalan aja yuk’’
Kami pergi dari
mall itu. Suasana siang itu emang panas sehinga aku ngajak Tari jalan-jalan ke
pantai.
Mobil putih yang
tadi aku lihat di skolah membuntutin kami dari blakang.
“gimana
ini, ayah Tari membuntutin kami dari blakang. Klo aku kasih tau sana Tari ntar
dia marah marah lagi”
Aku teruskan
perjalanan kami dan tiba-tiba mobil polisi banyak mengejar kami.
Aku cemas dengan
ini semua. Mungin polisi itu suruhan dari ayah Tari.
Setelah sampai, ku
parkirkan kreta. Dan ku ajak Tari cepat-cepat masuk ke pantai itu.
Belum lama kami di
pantai tiba-tiba ada 4 orang polisi dating menghampiri kami.
“slamat siang”
“siang pa. kalau boleh tau ada apa
yah?” Tanya ku dengan jantungan
“saudara riyan kami tangkap”
Belum sempat aku
bertanya mengapa aku di tahan dan tiba-tiba satu orang angota polisi itu
memborgol kedua tangan ku.
Tari menangis
melihat aku yang di tangkap polisi.
“itu kalau kamu brani-brani melawan
omongan ku” ucap ayah Tari dan di pukulnya perutku sampai aku susah bernapas.
Aku di bawa ke
kantor polisi dan aku di kurung sendirian.
Aku kangen sama
Tari. Karna selama aku di penjara Tari tidak pernah dating melihat ku.
Kawan-kawan aku
dari sekolah datang melihat ku.
“Tari kenapa enggak ikut?”
“saat kamu masuk penjara dia
gak pernah skolah lagi. Dan kami dengar-dengar Tari di pindahin sama ayahnya ke
luar negri.”
Sakit sebenarnya
dalam hati ku mendengar kalau Tari di pindahin keluar negri. Tapi ku usahakan
tegar dalam menghadapi itu semua.
------THE END------